Twitter

Hikmah Maulid Nabi: Budaya Malu dalam Berpakaian

Author Unknown - -
Home » Hikmah Maulid Nabi: Budaya Malu dalam Berpakaian



Tanggal 24 Januari kemarin kita baru saja merayakan dan memperingati hari maulid Nabi Muhammad SAW. Hari Maulid memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Apa yang sebenarnya ingin kita dapatkan dari peringatan maulid? Tentu bukan ingin sekedar mendapatkan telur, nasi ketan, dan kue bukan. Kita memperingati maulid agar kita dapat meneladani atau setidaknya mengikuti perilaku nabi agar kita terjauh dari jalan yang sesat dan perbuatan yang tercela.
Pada tulisan kali ini, saya ingin mengangkat sebuah kisah nabi yang dapat kita jadikan tolak ukur dengan apa yang terjadi sekarang ini.
Pada suatu hari, Rasulullah SAW sedang berjalan - jalan mengelilingi kota madinah, beliau menggunakan baju gamis panjang yang menyerupai rok panjang. Ketika beliau sedang berjalan, baju beliau tertiup angin yang kencang sehingga betis Rasulullah SAW terlihat. Apa reaksi beliau ketika mengetahui betis beliau terlihat?? Rasulullah SAW malu, beliau malu sampai merah mukanya seperti orang yang tertangkap basah melakukan sesuatu yang tercela. Setelah itu beliau langsung bergegas untuk pulang ke rumah tanpa melanjutkan perjalanannya keliling kota.
Hikmah apa yang dapat kita ambil dari kisah di atas.
Budaya malu dalam berpakaian, ya Rasulullah SAW saja, kelihatan betisnya padahal aurat laki - laki itu dari lutut sampai pusar, malu setengah mati, bahkan sampai memerah padam mukanya karena betisnya terlihat di tempat umum. Bagaimana dengan umat nabi yang sekarang? Jangankan kelihatan betis, kelihatan paha, pusar, dan dada saja, bukan malu sampai memerah mukanya, tapi malah ketawa. Seolah - olah apa yang diperlihatkan itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk diperlihatkan. Inikah wujud kecintaan kita terhadap Rasulullah SAW yang kita harapkan syafaatnya di hari akhir kelak. Budaya berpakaian kita, khususnya wanita di Indonesia memang sudah sangat memprihatinkan. Memakai rok mini, celana mini, baju U Can See, dan berpakaian yang serba minim dan ketat di tempat - tempat umum seakan sudah menjadi kewajiban agar di bilang modis, padahal di KTP mereka jelas tertera agamanya adalah agama islam. Budaya malu dalam berpakaian seakan sudah tidak ada lagi. Siapakah yang patut disalahkan kalau begini? Memang banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti lingkungan, sekolah, televisi, maupun globalisasi. Akan tetapi saya melihat satu faktor yang sangat penting dalam menanamkan budaya malu, yaitu peran orang tua. Peran orang tua di sini sangat penting dalam menanamkan budaya malu kepada anak -anaknya. Melalui orang tualah semua mekanisme kontrol anak - anak dapat di jaga, apa yang pantas untuk ditonton, bagaimana berpakaian, menjelaskan mana pakaian yang layak dan tidak layak, dan lain sebagainya. Jadi peran orang tua sangat penting dalam membentuk kepribadian anak saat kecil. Jika dari kecil sudah dibiasakan sudah berpakaian sopan dan memiliki budaya malu, tentu sampai dewasa kelak masih akan dilakukan olah anak tersebut. Masalah yang banyak terjadi sekarang adalah banyak dari orang tua yang terlalu sibuk bekerja sehingga tidak sempat lagi memberikan perhatian dan melakukan kontrol atas perilaku anaknya. Sebaiknya hanya suami saja yang bekerja, atau jika terpaksa kedua orang tua harus bekerja, gunakan selalu waktu yang ada di sela - sela perkerjaan untuk memberikan perhatian kepada anak-anaknya agar budaya malu dalam berpakaian bisa tetap terjaga.
Jadi, sebagai kesimpulan, melalui peringatan maulid nabi ini, marilah kita tanamkan budaya malu dalam berpakaian, serta bagi yang sudah memiliki anak, tanamkan juga budaya malu dalam berpakaian terhadap anak agar anak - anak Indonesia kelak memiliki budaya malu dalam berpakaian sebagaimana yang pernah ditunjukkan Rasulullah SAW melalui kisah di atas.
Memiliki budaya malu dalam berpakaian tidak hanya akan melindungi kita dari kejahatan dunia, tetapi kita juga akan mendapatkan pahala yang akan menolong kita di hari akhir kelak.
Wassalam,
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.